Harta dan Anak hanyalah Cobaan dan Perhiasan
Harta dan anak hanyalah cobaan dan perhiasan.
QS. Al Anfaal : 28.
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ﴿٢٨﴾
“Wa`lamuu annamaa amwalukum wa aulaadukum fitnattun wa annallaha `indahu ajrun `adhiimun”
”Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai
cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
Ingatkah kita pada saat kita masih lajang ? Saat-saat dimana kita
lebih banyak dihadapkan pada kesenangan dan kegembiraan ? Hampir setiap
saat yang ada di pikiran kita hanyalah bagaimana hati kita bisa selalu
senang dan tidak ada rasa susah yang menghampiri kita. Kemana saja
arahnya asalkan kita suka, tidak ada orang yang melarang. Hati akan
terus senang walaupun tak punya uang. Sepeti lirik lagu Koes plus.
Itulah lajang atau bujangan. Tapi apakah kita akan selamanya bujangan
? Tentu bukan keinginan kita. Ada saatnya kita berpikir untuk membangun
sebuah mahligai rumah tangga. Ketika sampai saat nya mulailah kita
berdo`a, mengingat Allah untuk beberapa saat, agar diberikan pasangan
yang sesuai dengan seleranya plus ini plus itu. Setelah mendapatkan
pasangan yang sesuai, maka hati menjadi gembira. Kegembiraan ini kadang
membuat kita lupa pada Allah yang telah kita mintai tolong sebelumnya.
Lupa dan terlena. Dzikir kita tertutup oleh keindahan “asmara” yang lagi
“on”.
Kemudian sampai datang hari pernikahan kita. Kita Ingat lagi kepada
Allah untuk beberapa saat. Meminta dengan memohon agar diberikan segala
apa yang kita butuhkan. Dengan melibatkan banyak orang kita memohon pada
Allah secara bareng-bareng agar Allah mengabulkan seluruh permintaan
kita. Sebagai modal dalam menjalani hidup berumah tangga.
Lalu Allah swt benar-benar mengabulkan do`a-do`a kita. Dengan
limpahan rezeki berupa materi, ditambah perasaan yang begitu bahagia.
Kita nikmati sepercik karunia dari Allah swt untuk seseorang yang
melakukan pernikahan. Untuk sementara kita lupa lagi kepada Allah. Kita
terlena dengan limpahan rahmat Allah swt. Sementara untuk beberapa waktu
hati kita terbalut nafsu duniawi. Kita hanyut dalam dalam suasana yang
disebut “bulan madu” dan nafsu untuk selalu “shopping” segala kebutuhan
materi kita.
Saat-saat seperti itu Allah memberikan limpahan rahmatnya kepada kita
bukan hanya dengan materi tetapi juga dengan hadiah sebuah “janin” atau
calon bayi atau sebuah boneka buat orang dewasa. Yang kemudian kita
namakan “anak kandung”. Yang prosesnya sendiri membuat kita benar-benar
berada pada puncak kenikmatan dunia.
Sesaat kita ingat lagi kepada Allah dan memohon agar diberikan anak
yang shaleh, yang berbakti kepada kedua orang tuanya serta berguna bagi
orang lain. Tak lupa pula agar berguna bagi “agama”, berguna bagi
“bangsa dan Negara”. Beberapa bulan kemudian lahirlah “hadiah” dari
Allah berupa “boneka” yang benar-benar sempurna dan sangat lucu. Yang
berbeda dengan boneka-boneka yang di inginkan anak-anak.
Maha suci Allah. Betapa kasihnya Allah kepada makhluk ciptaannya,
betapa pemurahnya Allah dengan bersedia memberikan apa saja yang
terlintas di pikiran kita dan betapa sayangnya Allah kepada kita sebelum
kita sampai pada ajal kita. Kita diberinya nikmat kesehatan dan
kekuatan untuk menjalani sebuah kehidupan. Akan tetapi sadarkah kita
akan semua ini, mengapa Allah begitu kasih kepada kita ?, mengapa Allah
begitu pemurah kepada kita ? dan mengapa Allah juga begitu sayang kepada
kita ?
Allah yang Maha Kaya akan memberikan kepada kita apa yang kita minta,
sepanjang permintaan kita menyangkut kenikmatan dunia akan diberikan
semua. Tidak perduli mereka yang taat kepadanya atau mereka yang
mengingkariNya dengan tidak mau mengingatNya sama sekali. Semua
kenikmatan dunia diberikannya, kita tinggal mengusahakannya untuk
memperoleh semua kenikmatan dunia tersebut. Mengapa ? Sebab dunia ini,
disamping berfungsi sebagai tanda-tanda kuasanya Allah swt, juga telah
pula diberikan pula untuk kepentingan kita. Tetapi sadarkah kita kalau
ada sebuah kepentingan yang lebih besar dari pada semua kenikmatan dunia
ini ?
Satu ayat di awal tulisan ini menjelaskan, bahwa sesungguhnya harta
dan anak-anak kita adalah cobaan dari Allah yang diberikan kepada kita.
Dan disisi Allah ada pahala yang jauh lebih besar. Pahala apakah kiranya
itu ? Itulah Surga dengan segala kenikmatan di dalamnya.
Dalam ayat lain Allah juga menegaskan lagi :
QS. At Taghaabun : 15
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۚ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ﴿١٥﴾
“Innamaa amwalakum wa aulaadukum fitnatun, wallahu `indahu ajrun `adhiim”
”Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.”
Sampai disini mungkin kita masih bertanya-tanya, dimana sih letak cobaanya anak-anak kita itu ?
Coba kita renungkan kembali. Di awal-awal kita mendapatkan rezeki atau
karunia Allah berupa harta dan anak, pernahkah terpikir oleh kita untuk
semakin menambah ketaatan kita pada Allah yang telah membeikan semua itu
? Yang terjadi kebanyakan dari kita adalah semakin sibuknya kita dan
semakin terkonsentrasikannya pikiran kita pada harta dan anak tersebut.
Apalagi pada saat balita. Sedang lucu-lucunya. Ungkapan sayang dan
kecintaan kita pada anak tersebut, kadang justru mengabaikan
kewajiban-kewajiban syariat. Harta dan anak kecil kita adalah cobaan
bagi “keimanan” kita. Cobaan bagi ketaatan kita untuk menjalankan
ibadah.
Pada saat anak dewasa akan semakin terasa kebenaran bahwa anak adalah
cobaan bagi orang tuanya. Semakin dewasa anak akan semakin memonopoli
“kehendak” yang dimilikinya. Kehendak anak yang semakin dewasa ini
kadang justru banyak yang berseberangan dengan kehendak orang tua.
Semakin lama kadang perbedaan keinginan itu akan semakin menganga. Pada
puncaknya anak yang sejak kecil kita sayangi dan kita manjakan itu akan
bisa menjadi musuh bagi kita. Bahkan Allah swt lebih menegaskan lagi,
bukan hanya anak yang akan menjadi musuh bagi kita. Istri pun juga bisa
menjadi musuh bagi kita.
QS. At Taghaabun : 14
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ
عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا
وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ﴿١٤﴾
”Yaa ayyuhal ladziina aamanuu `inna min azwaajikum wa `auladikum `aduw
walakum fahdzaruuhum, wa`in ta`fuu watashfahuu wa taghfiruu fa`innallaha
ghafuurur rahiimun”
”Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan
anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu
terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta
mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”
Lantas dimanakah cobaannya ? Ayat di atas cukup jelas. Allah hendak
menguji kesabaran kita dengan menjadikan anak dan istri kita sebagai
bagian dari keluarga dekat yang memusuhi kita. Jelas pula bahwa Allah
Maha Pengampun. Kita dituntut untuk memaafkan semua kesalahan anak dan
istri kita. Tidak marah atas semua perlakuannya. Serta berkenan untuk
mengampuni atas semua kesalahan mereka. Yang demikian ini sangat
dianjurkan, untuk merefleksikan sifat Pengampun Allah pada diri kita.
Untuk apa Allah memberi cobaan pada kita ?
Maha Suci Allah. Alam semesta dan apa yang terjadi di dalamnya adalah
“Permainan Allah”, tetapi Allah tidak menciptakan semuanya dengan
main-main. Ada tujuan yang jelas diciptakan dan di tempatkannya manusia
dalam kehidupan di dunia. Tidak lain adalah Kehidupan Akhirat ! Dan
sudah tentu pula bahwa yang namanya kehidupan sudah pasti ada aksi atau
kegiatan. Dan sudah tentu pula apa yang ada di “sana” berpasangan pula.
Surga dan neraka. Sebuah pasangan yang sangat akrab di telinga kita.
Informasinya, salah satu dari keduanya akan menjadi tempat hidup kita
kelak. Dan itu pasti !
Semua tergantung kita, mau memilih yang mana ?
Allah hendak memberi cobaan dan ujian pada manusia dengan semua yang
ber”bau” dunia. Diantara cobaan-cobaan itu adalah harta dan anak-anak
keturunannya. Banyaknya harta yang bisa membedakan status sosial kita di
masyarakat menjadi lebih tinggi dari yang lain, tak lebih hanya sekedar
cobaan dari Allah. Seharusnya dengan banyaknya harta manusia lebih
mudah masuk ke”ridha”nya Allah. Lebih mudah untuk masuk ke surganya
Allah swt. Akan tetapi kebanyakan dari manusia, banyaknya harta justru
semakin banyak yang menjauhkan dirinya dari ridhanya Allah.
Disadari atau tidak ini adalah sebuah kecelakaan besar. Karena semua
harta yang kita miliki ini hanyalah sekedar “pinjaman” dari Allah swt.
yang tidak akan pernah kita membawa harta tersebut ke kehidupan akhirat.
Yaitu sebuah kehidupan yang “sebenarnya”. Yang didalamnya ada dua buah
tempat untuk kita. Yang pertama adalah surga. Satu tempat yang hanya
bisa terbuka “pintunya” dengan selembar tiket atau karcis yang
ber-marking ”takwa”. Satu lagi adalah neraka. Yang di dalamnya-lah
kebanyakan manusia baru bisa menyadari untuk apa sebenarnya manusia di
beri kesempatan hidup di dunia. Dan apa yang sesungguhnya harus
dilakukan selama hidup di dunia.
Demikian juga dengan banyaknya anak. Anak bagi kita adalah sebuah
impian yang di idam-idamkan dan kemudian menjadi kenyataan. Kelahiran
seorang anak bagi kita adalah sebuah kegembiraan yang tak terlukiskan.
Dan jika tidak bisa memperolehnya, akan bisa menjadi suatu kesedihan
yang berkepanjangan. Itulah nikmat hidup yang sangat besar yang di
limpahkan oleh Allah kepada manusia. Tetapi karunia Allah yang sangat
besar ini kadang malah menjauhkan dan melalaikan kita dari Allah swt.
Kegembiraan atas kenikmatan keturunan memang sering kali membuat kita
lupa pada Allah. Ingatan dan kesyukuran kebanyakan hanya terbatas pada
“lisan” dan “selamatan” atau kenduri untuk tetangga sekitar saja. Sering
kali pula kita memperlakukan anak kita dengan kemanjaan yang
berlebihan. Segala apa yang dimintanya pasti kita akan mengusahakanya.
Tetapi kewajiban untuk beribadah justru lebih banyak terabaikan, waktu
shalat kadang banyak yang terlewatkan. Hanya karena ingin memanjakan
anak dan bersenang-senang belaka.
Padahal kalau kita mengetahui. Kelahiran anak kita, disamping karunia
dari Allah adalah juga merupakan juga cobaan bagi kita. Sampai seberapa
sebenarnya kesyukuran kita dalam menerima karunia Allah berupa
kenikmatan dunia ini.
Dalam ayat lain Allah swt. juga berfirman kalau harta dan anak hanyalah perhiasan dunia.
QS. Al Kahfi : 46
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَالْبَاقِيَاتُ
الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا﴿٤٦﴾
“`Almaalu wal banuuna ziinatul hayaatiddunya, wal baqiyaatush shaalihaatu khairun `inda rabbika tsawaban wa khairun `amala”
”Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi
amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi
Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
QS. Al Qashshas : 60
وَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَزِينَتُهَا ۚ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ ۚ أَفَلَا
تَعْقِلُنَ ﴿٦٠﴾
“Wa maa `uutiitum min syai`in famataa`ul hayaatiddunya wa ziinatuha, wa maa `indallahi khairun wa`abqaa, afalaa ta`qiluuna”
”Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan
hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah
lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak memahaminya?”
Harta dan anak adalah cobaan, hanyalah kenikmatan duniwi, hanyalah
perhiasan kehidupan. Hanyalah cobaan dan kenikmatan duniawi yang cuma
sesaat saja. Hanyalah sebuah perhiasan. Apa kira-kira pengertian
“perhiasan” ini bagi kita ? Marilah kita telaah sedikit. Perhiasan
adalah sesuatu yang melekat pada sesuatu yang sudah ada dan nyata atau
riel. Yang tujuannya selain memperindah pandangan adalah membuat hati
merasa senang dan bangga bagi yang memakainya.
Demikian juga “harta” dan “anak”. Bagi kita manusia keberadaan harta
dan anak adalah sebuah pelengkap kehidupan kita. Manfaat yang langsung
bisa di rasakan adalah memperindah tampilan kita. Baik dari segi status
sosial, yaitu pandangan orang lain kepada kita jika kita hidup serba
berkecukupan. Juga kepercayaan diri yang terbangun dari tampilan yang
“exellent” atau trendy. Live Style atau gaya hidup yang mewah, yang
selalu mengikuti perkembangan tehnologi. Baik yang menyangkut “kain
kafan” atau perabot-perabot rumah mewahnya.
Demikian juga anak. Rasanya kurang lengkap hidup ini kalau tanpa anak
atau keturunan. Keberadaan anak bagi kehidupan kita juga mempunyai
manfaat “memperindah” pandangan orang lain kepada kita. Manfaat lain
adalah sama dengan harta yaitu membut kita senang dan bangga. Bahkan
kadang, harta dan anak kita malah membuat kita semakin “sombong” karena
selalu membangga-banggakannya. Padahal Allah juga sudah mengingatkan
bahwa amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di
sisiNya serta lebih baik untuk pengharapan. Daripada sekedar hidup
bermewah-mewahan dan berbangga-bangga tentang anak-anak kita.
Sesungguhnyalah bermewah-mewahan dengan banyaknya harta dan
berbangga-bangga dengan banyaknya anak kita adalah sesuatu yang sia-sia.
Dalam satu ayat Allah menjelaskan dengan begitu tegas.
QS. Al Mujaadilah : 17
لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ مِنَ اللَّهِ
شَيْئًا ۚ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ ﴿١٧﴾
“Lan tughniya `anhum amwaluhum walaa aulaaduhum minallahi syai`an, ulaaika ashhabun naar, hum fiihaa khaliduuna”
” Harta benda dan anak-anak mereka tiada berguna sedikitpun (untuk
menolong) mereka dari azab Allah. Mereka itulah penghuni neraka, dan
mereka kekal di dalamnya.”
Demikianlah, Allah telah menjanjikan kepada kita semua surga dan kita
pasti kelak kita juga akan memperolehnya. Dengan segala ketaatan yang
kita berikan kepada Allah swt, dengan menjalankan semua syariat yang di
ajarkan oleh Rasulullah saw. semua janji-janji Allah akan kita dapatkan.
Tetapi berlimpahnya harta yang tidak dipergunakan untuk mencari
kehidupan akhirat dan banyaknya anak yang tidak banyak membawa manfaat
akhirat, justru akan menjerumuskan diri kita ke jurang neraka dengan
lebih cepat.
QS. Al Qashshas : 61
أَفَمَنْ وَعَدْنَاهُ وَعْدًا حَسَنًا فَهُوَ لَاقِيهِ كَمَنْ مَتَّعْنَاهُ
مَتَاعَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ثُمَّ هُوَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ
الْمُحْضَرِينَ ﴿٦١﴾
” Maka apakah orang yang Kami janjikan kepadanya suatu janji yang baik
(surga) lalu ia memperolehnya, sama dengan orang yang Kami berikan
kepadanya kenikmatan hidup duniawi; kemudian dia pada hari kiamat
termasuk orang-orang yang diseret (ke dalam neraka)?”
Itulah kenapa Rasulullah saw. dan kedua sahabatnya yaitu Sayyid Abu
Bakr dan Sayyid Umar bin Khattab begitu takut meninggalkan harta tatkala
hampir sampai akhir umurnya. Demikianlah mudah-mudahan bisa bermanfaat
bagi kita dan bisa merubah pandangan kita tentang harta dan anak yang di
informasikan dalam Al Qur`an sebagai Cobaan dan perhiasan serta tidak
akan bergunanya kelak di akhirat, apabila kita tidak dapat
memanfaatkannya dengan benar.
Sekian.
COPAS dari http://gusharton.wordpress.com/2010/03/20/harta-dan-anak-hanyalah-cobaan-dan-perhiasan/
Sering kita lihat bahwa seolah-olah kalau nasihat dan
ajaran kebaikan kyai hanya mempan untuk orang lain namun tidak untuk
keluarganya sendiri. Saya juga sering menemukan para orang alim dan
menjadi tokoh masyarakat yang biasanya mampu memecahkan masalah orang
lain, namun seringkali “tampak” gagal dalam mendidik putra-putrinya
sendiri.
Hikmahnya ternyata adalah seringkali ujian berat untuk SABAR dan IKHLAS
bagi orang yang beriman yang diberikan Allah bukan melalui orang lain,
namun melalui keluarga sendiri. Seperti kisah Nabi Luth dengan istrinya,
Nabi Ya’kub dan putra-putranya, Nabi Yusuf dengan saudara-saudaranya,
Nabi Nuh dengan putranya dan Nabi Muhammad dengan paman-pamannya berikut
ini.
- Kisah Nabi Nuh. Nabi Nuh dengan sabar telah
berdakwah selama sembilan ratus lima puluh tahun untuk menyembah Allah.
Namun dakwah yang begitu panjang tidak banyak menyadarkan kaumnya.
Akhirnya Allah memerintahkan Nabi Nuh untuk membuat bahtera (kapal) yang
sangat besat di puncak bukit, dan memerintahkan kaumnya yang taat dan
berbagai jenis hewan untuk naik ke dalam bahtera tersebut. Ketika azab
Allah berupa banjir besar menenggelamkan apa saja yang ada di muka bumi,
Nabi Nuh melihat putranya yang ingkar kepada ajarannya
untuk naik ke atas perahu, namun putranya tersebut menolak untuk
diselamatkan dan memilih mencari dataran yang lebih tinggi untuk
menyelamatkan diri.
- Kisah Nabi Luth. Kaum Nabi Luth yang dikenal dengan kaum Sodom
dan Gomorah adalah kisah yang sangat populer. Dakwah Nabi Luth pada
kaumnya untuk menyembah Allah dan menjauhi kemaksiatan pada akhirnya
tidak banyak berhasil sehingga Allah menurunkan laknat dan azab pada
kaum homoseksual ini dengan hujan batu. Allah menyelamatkan nabi Luth
dan pengikutnya, kecuali istri Nabi Luth sendiri yang ingkar pada ajaran Nabi Luth.
- Kisah Nabi Ya’kub. Nabi Ya’kub menikahi dua
puteri pamannya, Laban, yang bernama Layya (Lea) dan Rahil (Rachel).
Dari Layya Nabi Ya’kub memperoleh anak-anak: Rubail (Ruben), Syam’un
(Simeon), Lawi (Lewi), Yahudza (Yahuda, dari nama inilah diambil nama
Yahudi), Yasakhir, Zabilun dan Dina (satu-satunya perempuan). Dari
Rahil Nabi Ya’kub memperoleh dua putera: Yusuf dan Bunyamin. Nabi
Ya’kub lebih mengasihi Yusub dan Bunyamin karena Rahil meninggal dunia
setelah melahirkan Bunyamin. Masalahnya terletak pada sifat iri dan
dengki putra Nabi Ya’kub yang tua-tua dari istri Layya sehingga mereka
mencelakai Yusuf dengan membuangnya ke sebuah sumur kering dan berkata
kepada ayahnya kalau Yusuf diterkam bianatang buas dengan membawa bukti
baju Yusuf yang diolesi darah kambing, dengan tujuan untuk merebut cinta
dan perhatian nabi ya’kub. Nabi Ya’kub sangat sedih atas perbuatan
mereka.
- Kisah Nabi Yusuf. Nabi Yusuf adalah putra Nabi
Ya’kub yang menjadi korban dari sifat iri dan dengki saudara-saudara
dari ibu yang berbeda. Nabi Yusuf dibuang ke sebuah sumur namun atas
ijin Allah, Nabi Yusuf selamat dan menjadi pembesar di kerajaan mesir.
- Kisah Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim yang telah
berkeluarga dengan Sarah belum juga dikaruniai keturunan. Atas saran
Sarah kemudian Nabi Ibrahim menikahi Hajar yang kemudian memiliki anak
bernama Ismail. Sedangkan dengan Sarahpun akhirnya dikarunia putra yang
diberi nama Ishaq. Masalahnya timbul ketika Sarah begitu cemburu
terhadap Hajar akhirnya mengusir hajar dari rumahnya. Nabi Ibrahimpun
membawa Hajar dan Ismail hijrah ke jazirah arab yang tandus dan
meninggalkannya di sana. Suatu ketika Nabi Ibrahim ingat dengan nazarnya
untuk memberikan apasaja yang Allah inginkan jika beliau dikaruniai
putra. Allah menguji Nabi Ibrahim untuk mengorbankan putra yang
dikasihinya sebagai tebusan atas nazar tersebut. Sungguh ujian yang
sangat berat, namun Nabi Ibrahim, hajar dan Ismail dapat melaluinya
dengan baik.
- Kisah Nabi Muhammad. Nabi Muhammad merupakan
keturunan dari bangsawan suku Qurais. Paman-pamannya adalah tokoh
masyarakat yang sangat berpengaruh. Paman nabi Muhammad yaitu: Haris,
Abu Thalib (Abdu Manaf), Zubair, Hamzah, Abu Lahab (Abdul Uzza),
Ghaidaq, Muqawwam, Dhirar, `Abbas, Qusam, Abdul Ka`bah dan Hajal
(Mughirah). Namun hanya Abbas dan Hamzah saja yang beriman dan menjadi
pengikut Nabi Muhammad. Justru yang membuat Nabi Muhammad sedih adalah
pamannya Abu Thalib (ayah dari Ali bin Abi Tahlib ra) yang telah
membesarkan dan melimndungi Nabi Muhammad, sampai akhir hayatnya tidak
beriman kepada Nabi Muhammad.
Anak dan Istri adalah Ujian
Namun
jika kita sadari bersama, ujian terberat yang dirasakan oleh orang
beriman justru dari keluarga sendiri. Hal ini karena anak dan istri
memiliki ikatan emosional yang kuat denga diri kita. Sampai-sampai Allah
memperingatkan kita dengan beberapa firmanNya.
- “Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu,
maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan
tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS 64:14)
- “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah
sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. ”
(QS 8:28)
- “Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu
melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian
maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS 63:9)
Kedua ayat tersebut sangat jelas menggambarkan bahwa anak, istri dan
harta akan menjadi bagian dari ujian yang diberikan oleh Allah untuk
lebih mendekatkan diri pada Allah atau kita semakin jauh dari Allah.
Pada ayat pertama Allah mengajarkan kepada kita untuk mengabil sikap
memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni
mereka jika kemudian mereka menjadi musuh kita, bukan malah mengutuk
anak dan istri kita. Rasanya terlalu berlebihan juga jika Ibu Malin
Kundang sampai mengutuk Malin Kundang (baca:
Anak atau Orang Tuakah yang Durhaka?)
hanya karena tidak diakui sebagai ibu. Seharusnya Ibu Malin Kundang
memaafkan dan mendoakan agar putra dan menantunya selamat dan diampuni
oleh Allah. Sungguh Allah mengajarkan kita bagaimana menjadi manusia
yang memiliki derajat tinggi dengan memiliki sifat pemaaf. Hal ini juga
diperkuat oleh ayat ketiga diatas.
Ayat kedua diatas merupakan peringatan bagi kita, bahwa harta dan
anak-anak kita juga merupakan ujian dan cobaan. Seringkali orang berbuat
korupsi agar anak dan turunannya bisa hidup bahagia dengan menumpuk
harta kekayaan. seolah-olah kita ingin menjamin anak dan cucu kita tidak
akan sengsara dengan jaminan kekayaan. Maka jangan sampai kita
mengorbankan akhirat untuk mengejar dunia.
Ujian bagi Orang yang Beriman
Pepatah inggris menyebutkan “No pain No Gain” yang artinya kurang lebih
tidak ada kesenangan tanpa dicapai dengan susah payah. Demikian juga
dengan orang beriman, karena Allah tidak akan menggratiskan tiket masuk
surga tanpa bayaran pahala. Allah tidak akan menaikkan level game
kehidupan kita tanpa terlebih dahulu melewati ujian keimanan kita sesuai
dengan firmal Allah.
- “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan
(juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi
kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah,
gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan
bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang
patut diutamakan.” (QS 3:186)
- “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji
kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang
sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS
21:35)
- “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS2:155)
- “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa
di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun” (QS 67:2)
- “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum
datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu
sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta
digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul
dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan
Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. ” (QS
2: 214)
- “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)
mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan
sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya
Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS 29:2-3)
- “Dan kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang
lain. Maukah kamu bersabar?; dan adalah Tuhanmu maha Melihat.” (QS
25:20)
Beberapa Hadist Rasulullah Muhammad SAW juga menegaskan tentang ujian kehidupan bagi orang yang beriman
- ” Seorang hamba memiliki suatu derajat di surga. Ketika dia tidak
dapat mencapai - nya dengan amal-amal kebaikkannya maka Allah menguji
dan mencobanya agar dia mencapai derajat itu.” (HR. Athabrani)
- “Sesungguhnya Allah Azza Wajalla menguji hambanya dalam rezeki
yang diberikan kepada-nya. Kalau dia ridho dengan bagian yang
diterimanya maka Allah akan memberkahinya dan meluaskan pemberian-Nya.
Kalau dia tidak ridho dengan pem berian-Nya maka Allah tidak memberi
-nya berkah. (HR. Ahma)
- Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa Rasululloh saw. bersabda
, “ Ujian akan selalu menyertai hidup orang mu’min , entah pada dirinya
, anak-nya maupun hartanya sehingga ia berjumpa dengan Allah dalam
keadaan terbebas dari dosa.” (Turmudzi)
- “Apabila Allah menyenangi hamba-Nya , maka dia diuji , agar
Allah mendengar permohonannya ( kerendahan dirinya ).” (HR.Al Baihaqi)
- “Apabila Aku menguji hamba-KU dengan membutakan kedua matanya
dan dia bersabar maka Aku ganti kedua matanya dengan surga. ” (HR.Ahmad)
- “Janganlah ada orang yang menginginkan mati karena kesusahan
yang diderita - nya , Apabila harus melakukannya , hendaklah dia cukup
berkata, : “ Ya Allah , tetap hidupkan aku selama kehidupan itu baik
bagiku , & wafatkanlah aku jika kematian baik untukku. ” (HR.
Bukhari)
- “Tiada seorang mukmin ditimpa rasa sakit , kelelahan (kepayahan)
diserang penyakit atau kesedihan (kesusahan) sampaipun duri yang
menusuk tubuhnya kecuali dengan itu Allah menghapus dosa-dosanya.” ( HR.
Al Bukhari )
- “Besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan cobaan.
Sesungguhnya Allah ‘Azza wajalla bila menyenangi suatu kaum – Allah
menguji mereka. Barang siapa bersabar maka baginya manfaat kesabarannya
dan barang siapa murka maka baginya murka Allah.” (HR. Attirmidzi).
Demikianlah bagi kita yang mengharap derajat dan kedekatan kita
ditingkatkan oleh Allah, untuk selalu sabar dan ikhlas atas segala
ujian hidup yang Allah berikan kepada kita baik melalui harta benda maupun anak dan istri kita.
Sebagai penutup, marilah kita belajar lebih banyak lagi untuk bisa lulus
dari berbagai ujian kehidupan ini, dan semoga saya dan anda semua yang
membaca tulisan ini mendapatkan hidayah (pertolongan) Allah SWT untuk
melewati semua ujian hidup dan lulus dengan predikat
Khusnul Khotimah. Amin….
copas dari http://sejarah.kompasiana.com/2011/03/13/anak-dan-istri-adalah-ujian-347202.html